Bisnis Rumah Arwah di Semarang
CHINA TOWN – Dengan menjalankan usaha ini, ia tetap menjalankan usaha pembuatan rumah arwah, pria kelahiran Semarang tahun 1949 ini mampu menyekolahkan anak-anaknya hingga perguruan tinggi.
Ada yang unik ketika mengunjungi sebuah rumah di kawasan pecinan Semarang, Jawa Tengah. Tepatnya di Gang Cilik No. 4, Kelurahan Kranggan. Selain menjadi tempat tinggal Ong Bing Hok (61) dan istrinya, Liem Gwat Hwa (60), rumah ini juga menjadi workshop pembuatan rumah untuk arwah orang yang sudah meninggal. Inilah usaha yang dijalankan Ong Bing Hok untuk menafkahi keluarganya.
Dalam waktu dua hingga tiga pekan, pria kelahiran Semarang pada 1949 ini sanggup membuat satu unit rumah bertingkat dua, lengkap dengan segala perabotannya. Namun, untuk membuat satu rumah sederhana, ia hanya membutuhkan waktu sepekan. Rumah-rumah yang terbuat dari kertas berkerangka bambo, serta segala perlengkapannya ini disebut Ko Coa. “Usaha ini dimulai oleh kongco (ayah dari kakek) saya, Ong Sie, yang datang dari Fujian ke Semarang sekitar tahun 1800-an,” ungkap Ong Bing Hok, ketika ditemui China Town pada Kamis (15/4).
Ketika kongco-nya meninggal, menurut Ong Bing Hok, usaha pembuatan Ko Coa itu diteruskan engkong-nya, Ong Wan Giam. Kemudian diteruskan lagi oleh ayahnya, Ong Boen Djoen. “Sejak papah meninggal tahun 1995, usaha ini praktis saya yang teruskan. Sedangkan saudara-saudara saya tidak tertarik, ” katanya.
Ong Bing Hok menyadari, bisnis pembuatan rumah akhirat ini tidak akan membuatnya jadi orang kaya. Meski demikian, ia tetap menjalankan usaha ini. Bahkan, ia mampu menyekolahkan anak-anaknya hingga perguruan tinggi.
Layaknya usaha lainnya, bisnis pembuatan rumah arwah ini juga pernah mengalami paceklik pada masa Orba. Namun, pada era reformasi di bawah pemerintahan Presiden Gus Dur, warga Tionghoa kembali bebas mengekspresikan budaya leluhurnya. Dampaknya, pemesanan rumah arwah pun kembali menggeliat. Saat ini saja, Ong Bing Hok merampungkan dua sampai empat rumah akhirat per bulan. Pemesannya berasal dari berbagai kota di Pulau Jawa.
Bing Hok menuturkan, harga rumah arwah buatannya bervariasi, tergantung tingkat kesulitan model rumah pesanan pembeli. Kalau model rumah menuruti model paten yang sudah dia miliki, harganya lebih murah. Sebab, pembuatannya tidak perlu memeras daya kreatif lagi. Harganya rata-rata Rp 1 juta untuk rumah sederhana ukuran kecil, dan Rp 2,5 juta untuk rumah berlantai dua dengan ukuran sedang. Harga tertinggi bisa mencapai Rp5-6 juta untuk rumah bertingkat ukuran besar. Namun, kalau pembeli memesan dengan model lain yang membutuhkan daya kreasi, harganya lebih mahal. Harga-harga tersebut belum termasuk ongkos kirim bagi pemesan di luar kota.
Satu paket rumah tersebut lengkap dengan ruang tamu, ruang keluarga, ruang makan, kamar kerja, kamar tidur, kamar mandi/WC, garasi beserta segala perabotan rumah, seperti kursi tamu, meja kerja/belajar, tempat tidur, lemari pakaian, televisi, parabola, mobil, dan sebagainya. Juga disertai dengan pembantu rumah tangga dan sopir.
“Bahkan, rumah ini saya lengkapi dengan surat kepemilikan rumah seperti layaknya surat hak milik rumah yang berlaku di dunia. Tapi, surat kepemilikan rumah buatan saya ini berlaku untuk alam akhirat sana,” kata Bing Hok sambil tersenyum. Model surat kepemilikan rumah akhirat itu beserta kata-katanya dalam bahasa Mandarin, dia kutip dari sebuah buku kuno mengenai upacara sembahyang arwah.
Bagaimana caranya mengirimkan rumah ini kepada arwah di akhirat? Menurut dia, rumah kertas beserta perabotannya itu akan tiba di akhirat lewat upacara pembakaran oleh sanak-keluarga arwah yang bersangkutan. Upacara pembakaran ini bisa dilakukan di muka makam almarhum yang bersangkutan atau di muka rumah si pengirim, atau juga dalam upacara di klenteng. (s.n. wargatjie)
sumber : www.banyurawa.com